“Kejahatan”
A. Pengertian Kriminalitas/Kejahatan
Crime atau kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan
melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Lalu
krimonologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan, Kartono (1999: 122).
Definisi kejahatan secara yuridis adalah bentuk tingkah laku yang
bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, a-sosial
sifatnya dan melanggar hokum serta undang-undang pidana. Di dalam KUHP
jelas tercantum bahwa “kejahatan adalah semua bentuk perbuatan yang memenuhi
perumusan ketentuan-ketentuan KUHP”. Missal pembunuhan pasal memenuhi 338 KUHP,
mencuri memenuhi pasal 362 KUHP, penganiayaan memenuhi pasal 351 KUHP.
Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan
tingkah laku yang secara ekonomis, politis, dan sosial-psikologis sangat
merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan
warga masyarakat (baik yang tercantum maupun yang belum tercantum pada
undang-undang pidana).
B. Faktor Penyebab Kriminalitas
1)
Biologik
a. Genothype dan Phenotype
Stephen Hurwitz
(1986:36) menyatakan perbedaan antara kedua tipe tersebut bahwa Genotype ialah
warisan sesungguhnya, Phenotype ialah pembawaan yang berkembang. Perbedaan
antara genotype dan phenotype bukanlah hanya disebabkan karena hukum biologi
mengenai keturunan saja.
Sekalipun sutu
gen tunggal diwariskan dengan cara demikian hingga nampak keluar, namun masih
mungkin adanya gen tersebut tidak dirasakan. Perkembangan suatu gen tunggal
adakalanya tergantung dari lain-lain gen, teristimewanya bagi sifat-sifat
mental. Di samping itu, nampaknya keluar sesuatu gen, tergantung pula dari
pengaruh-pengaruh luar terhadap organism yang telahatau belum lahir.
Apa yang
diteruskan seseorang sebagai pewarisan kepada genrasi yang berikutnya
semata-mata tergantung dari genotype. Apa yang tampaknya keluar olehnya, adalah
phenotype yaitu hasil dari pembawaan yang diwaris dari orang tuanya dengan
pengaruh-pengaruh dari luar.
b. Pembawaan dan Kepribadian
Berdasarkan
peristilahan teori keturunan, pembawaan berarti potensi yang diwariskan saja,
dan kepribadian berarti propensity/bakat-bakat yang dikembangkan.
Kinberg (dalam
Stephen Hurwitz, 1986:36) menyatakan: Individuality – factor I – bukan
fenomena/gejala endogenuous yang datang dari dalam semata-mata, tapi hasil dari
pembawaan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi dan membentuk
pembawaan sepanjang masa.
c. Pembawaan dan Lingkungan
Menurut
istilah, pembawaan dan lingkungan merujuk kepaa pembawaan yang dikembangkan.
Mahzab lingkungan pada mulanya hanya memperhatikan komponen-komponen di bidang
ekonomi, akan tetapi konsepsi itu meliputi seluruh komponen baik yang materiil
maupun yang spiritual.
Lingkungan
merupakan factor yang potensial yaitu mengandung suatu kemungkinan untuk
memberi pengaruh dan terujudnya kemungkinan tindak criminal tergantung dari
susunan (kombinasi) pembawaan dan lingkungan baik lingkungan stationnair
(tetap) maupun lingkungan temporair (sementara).
Faktor-faktor
pembawaan dan lingkungan selalu saling mempengaruhi timbal balik, tak dapat
dipisahkan satu sama lain. Lingkungan yang terdahulu, karena pengaruhnya yang
terus menerus terhadap pembawaan, mengakibatkanterwujudnya sesuatu kepribadian
dan sebaliknya factor lingkungan tergantung dari factor-faktor pembawaan. Oleh
karena:
·
Lingkungan
seseorang ini dalam batas-batas tertentu ditentukan oleh pikirannya
sendiri.
·
Orangnya dapat
banyak mempengaruhi dan mengubah factor-faktor lingkungan ini.
Menurut Kinberg (dalam Stephen Hurwitz, 1986:38) menyatakan
bahwa pengaruh lingkungan yang dahulu sedikit banyak ada dalam kepribadian
seseorang sekarang. Dalam batas-batas tertentu kebalikannya juga benar, yaitu
lingkungan yang telah mengelilingi seseorang untuk sesuatu waktu tertentu
mengandung pengaruh pribadinya. Faktor-faktor dinamik yang bekerja dan saling
mempengaruhi adalah baik factor pembawaan maupun lingkungan.
Sedangkan Exner (dalam Stephen Hurwitz, 1986:39)
menyebutkan 2 doktrin, antara lain:
·
Bagaimana
perkembangan pembawaan dalam batas-batas tertentu tergantung dari lingkungan.
·
Lingkungan
seseoprang dan pengaruh lingkungan ini terhadapnya dalam sesuatu batas
tertentu, tergantung dari pembawaannya.
d. Pembawaan criminal
Stephen Hurwitz
(1986:39) menyatakan bahwa tidaklah masuk akal untuk menghubungkan pembawaan
yang ditentukan secara biologic dengan suatu konsepsi yuridik yang berdeda
menurut waktu dan tempat.
2)
Setiap orang
yang melakukan kejahatan mempunyai sifat jahat pembawaan, karena selalu ada
interaksi antara pembawaan dan lingkungan. Akan tetapi hendaknya jangan memberi
cap sifat jahat pembawaan itu, kecuali bila tampak sebagai kemampuan untuk
melakukan susuatu kejahatan tanpa adanya kondisi-kondisi luar yang istimewa dan
luar biasa. Dengan kata lain, harus ada keseimbangan antara pembawaan dan kejahatan.
a. Sosiologik
Ada hubungan
timbal-balik antara factor-faktor umum social politik-ekonomi dan bangunan
kebudayaan dengan jumlah kejahatan dalam lingkungan itu baik dalam lingkungan
kecil maupun besar. Stephen Hurwitz (1986:86-102) menyatakan tinjauan
yang lebih mendalam tentang interaksi ini, antara lain yaitu:
b. Faktor-faktor ekonomi
·
Sistem ekonomi
Sistem ekonomi
baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas, menghidupkan konsumsi
dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan lain-lain, yaitu menimbulkan
keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus mempersiapkan suatu dasar untuk
kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
·
Harga-harga,
Perubahan Harga Pasar, Krisis (Prices, market fluctuations, crisis)
Ada anggapan
umum, bahwa ada suatu hubungan langsung antara keadaan-keadaan ekonomi dan
kriminalitas, terutama mengenai kejahatan terhadap hak milik dan pencurian
(larceny). Dalam penelitian tentang harga-harga (prices) maka hasilnya
menunjukkan bahwa kenaikan harga rata-rata diikuti dengan kenaikan pencurian
yang seimbang.
Suatu interaksi
yang khas antara harga-harga barang (contoh: gandum, dan sebagainya) dari
kriminalitas ternyata dan terbukti dari fakta-fakta, yaitu bahwa jumlah
kebakaran yang ditimbulkan yang bersifat menipu mengenai hak milik tanah
menjadi tinggi, bila harga tanah turun dan penjualannya sukar. Alasannya ialah
karena keadaan-keadaan ekonomi menimbulkan suatu kepentingan khusus untuk
memperoleh jumlah asuransi kebakaran untuk rumah dan pekarangan serta tanaman,
(premises = rumah dan pekarangan).
·
Gaji atau Upah.
Dalam keadaan
krisis dengan banyak pengangguran dan lain-lain gangguan ekonomi nasional, upah
para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi pada umumnya. Maka dari
itu perubahan-perubahan harga pasar (market fluctuations) harus
diperhatikan.
Banyak buku
telah menulis tentang artinya goncangan harga-harga dan upah. Juga banyak
penelitian telah diadakan berdasarkan indeks-indeks kombinasi, termasuk
pengangguran dan lain-lain, sehingga masalah beralih dari pengaruh turun
naiknya harga, kepada goncangan harga pasar yang sangat kuat, sehubungan dengan
kejahatan. Dari penelitian yang belakangan dan paling menarik perhatian ialah
mengenai pengaruh dari waktu-waktu makmur (prosperity) diselingi dengan
waktu-waktu kekurangan (depression) dengan kegoncangan harga-harga pasar,
krisis dan lain-lain terhadap kejahatan.
·
Pengangguran
Di antara
factor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi terjadinya
kriminalitas, terutama dalam waktu-waktu krisis, pengangguran dianggap paling
penting. 18 macam factor ekonomi yang berbeda dapat dilihat dari
statistic-statistik tersebut, bekerja terlalu muda, tak ada pengharapan maju,
pengangguran berkala yang tetap, pengangguran biasa dan kekhawatiran dalam hal
itu, berpindahnya pekerjaan dari satu tempat ke tempat yang lain, perubahan
gaji sehingga tidak mungkin membuat anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga
dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah factor yang paling penting.
3)
Faktor-faktor
mental
a. Agama
Kepercayaan
hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila dihubungkan dengan
pengertian dan perasaan moral yang telah meresap secara menyeluruh. Dan
kepercayaan tidak boleh berubah dari sikap hidup moral keagamaan, merosot
menjadi hanya suatu tata cara dan bentuk-bentuk lahiriah oleh orang dengan
tasbeh di satu tangan, sedang tangan lainnya menusuk dengan pisau. Meskipun
adanya factor-faktor negative demikian, memang merupakan fakta bahwa
norma-norma etis yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan
khususnya bersambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh, membangunkan secara
khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan kecenderungan-kecenderungan
kriminil.
b. Bacaan, Harian-harian, Film
Sering orang
beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan factor krimogenik yang kuat, mulai
dengan roman-roman dari abad ke-18, lalu dengan cerita-cerita dan gambar-gambar
erotis dan pornografik, buku-buku picisan lain dan akhirnya cerita-cerita
detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah.
Pengaruh
crimogenis yang lebih langsung rari bacaan demikian ialah gambaran sesuatu
kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu cara teknis tertentu
kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca.
Harian-harian
yang mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat dikatakan tentang
koran-koran. Di samping bacaan-bacaan tersebut di atas, film (termasuk
TV) dianggap menyebabkan pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan remaja
akhir-akhir ini. Dan film ini oleh kebanyakan orang dianggap yang paling
berbahaya. Memang disebabkan kesan-kesan yang mendalam dari apa yang dilhat dan
didengar dan cara penyajiannya yang negative.
Kita harus
hati-hati dalam memberikan penilaian yang mungkin berat sebelah mengenai
hubungan antara bacaan, harian, film dengan kejahatan. Tentu saja ada
keuntungan dan kerugian yang dapat dilihat disamping kegunaan pokok bacaan,
harian, dan film tersebut.
4)
Faktor-faktor
Pisik: Keadaan Iklim dan lain-lain
Pada permulaan peneliti mengadakan statistic tentang
keadaan iklim, hawa panas/dingin, keadaan terang atau gelap, sinar bumi dan
perubahan-perubahan berkala dari organism manusia yang dianggap sebagai
penyebab langsung dari kelakuan manusia yang menyimpang dan khususnya dari kriminalitas.
Para peneliti belakangan pada umumnya mengakui kekeliruan dari anggapan
tersebut, karena hanya semacam korelasi jauh dapat diketemukan antara
kriminalitas sebagai suatu fenomena umum dan factor-faktor pisik.
5)
Faktor-faktor
Pribadi
a. Umur
Meskipun umur
penting sebagai factor penyebab kejahatan, baik secara juridik maupun criminal
dan sampai sesuatu batas tertentu berhubungan dengan factor-faktor seks/kelamin
dan bangsa, tapi seperti factor-faktor tersebut akhir merupakan
pengertian-pengertian netral bagi kriminologi. Artinya: hanya dalam
kerjasamanya dengan factor-faktor lingkungan mereka baru memperoleh arti bagi
kriminologi.
Kecenderungan
untuk berbuat antisocial bertambah selama masih sekolah dan memuncak antara
umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan sampai umur 40, lalu meluncur dengan
cepat untuk berhenti sama sekali pada hari tua. Kurve/garisnya tidak berbeda
pada garis aktivitas lain yang tergantung dari irama kehidupan manusia.
b. Ras dan Nasionalitas
Konsepsi ras
adalah samar-samar dan kesamaran pengertian itu, merupakan rintangan untuk
mengadakan penelitian yang jitu. Pembatasan ras berdasarkan sifat-sifat
keturunan yang umum dari bangsa-bangsa atau golongan-golongan orang yang
memiliki kebudayaan tertentu dan bukan berdasarkan sifat-sifat biologis,
membuka kesempatan untuk berbagai keraguan.
c. Alkohol
Dianggap factor
penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti pelanggaran lalu lintas,
kejahatan dilakukan dengan kekerasan, pengemisan, kejahatan seks, dan
penimbulan pembakaran, walaupun alcohol merupakan factor yang kuat, masih juga
merupakan tanda tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.
d. Perang
Memang sebagai
akibat perang dan karena keadaan lingkungan, seringkali terjadi bahwa orang
yang tadinya patuh terhadap hukum, melakukan kriminalitas. Kesimpulannya yaitu
sesudah perang, ada krisis-krisis, perpindahan rakyat ke lain lingkungan,
terjadi inflasi dan lain-lain rvolusi ekonomi. Di samping kemungkinan orang
jadi kasar karena perang, kepemilikan senjata api menambahbahaya akan
terjadinya perbuatan-perbuatan criminal.
C. Jenis Kriminalitas
Jenis-jenis kriminalitas adalah sebagai berikut,
Kartono (1999: 130-136):
1)
Jenis-jenis
kejahatan secara umum:
a. Rampok dan gangsterisme, yang sering melakukan
operasi-operasinya bersama-sama dengan organisasi-organisasi illegal.
b. Penipuan-penipuan: permainan-permainan penipuan dalam
bentuk judi dan perantara-perantara “kepercayaan”, pemerasan (blackmailing),
ancaman untuk memplubisir skandal dan perbuatan manipulative.
c. Pencurian dan pelanggaran: perbuatan kekerasan,
perkosasan, pembegalan, penjambreta/pencopetan, perampokan, pelanggaran lelu
lintas, ekonomi, pajak, bea cukai, dan lain-lain.
2)
Jenis kejahatan
menurut cara kejahatan dilakukan:
a.
Menggunakan
alat bantu: senjata, senapan, bahan kimia dan racun, instrument kedokteran,
alat pemukul, alat jerat, dll.
b.
Tanpa
menggunakan alat bantu, hanya dengan kekuatan fisik saja dengan bujuk rayu atau
tipuan.
c.
Residivis,
yaitu penjahat yang berulang ke luar masuk penjara. Selalu mengulangi perbuatan
jahat baik yang serup[a maupun yang berbeda bentuk kejahatannya.
d.
Penjahat
berdarah dingin, yang melakukan kejahatan dengan pertimbangan dan persiapan
yang matang.
e.
Penjahat
kesempatan, yang melakukan kejahatan dengan menggunakan kesempatan-kesempatan
kebetulan.
f.
Penjahat karena
dorongan impuls-impuls yang timbul seketika.
g.
Penjahat
kebetulan, misalnya karena lupa diri, tidak sengaja, lalai, ceroboh, acuh tak
acuh, sembrono, dan lain-lain.
3)
Kejahatan
menurut obyek hokum yang diserangnya:
a. Kejahatan ekonomi: fraude, penggelapan, penyelundupan,
perdagangan barang-barang terlarang, penyogokan dan penyuapan untuk mendapatkan
monopoli-monopoli tertentu.
b. Kejahatan politik dan hankam: pelanggaran ketertiban
umum, pengkhianatan, penjualan rahasis-rahasia negara kepada agen-agen asing
untuk kepentingan subversi, pengacauan, kejahatan terhadap keamanan negara dan
kekuasaan negara, penghinaan terhadap martabat pemimpin negara, kolaborasi
dengan musuh, dll.
c. Kejahatan kesusilaan: pelanggaran seks, perkosaan,
fitnahan.
d. Kejahatan terhadap jiwa orang dan harta benda.
4)
Kejahatan
berdasarkan motif atau alasan-alasannya adalah motif ekonomis, politis, dan
etis atau kesusilaan.
5)
Jenis kejahatan
menurut tipe penjahat antara lain:
Menurut Lambroso:
1) Penjahat sejak lahir dengan sifat-sifat herediter
(born criminals), dengan kelainan bentuk jasmani, bagian badan yang abnormal,
noda fisik, dan cacad jasmaniah. Contoh bentuk tengkorak yang aneh dengan susunan
otak mirip binatang. Wajah sangat buruk, rahang melebar, hiidung miring, tulang
dahi yang masuk melengkung ke belakang, dll.
2) Penjahat dengan kelainan jiwa.
3) Penjahat yang didorong oleh libido atau nafsu seks.
4) Penjahat karena kesempatan. Missal terpaksa melakukan
kejahatan karena keadaan luar biasa.
5) Penjahat dengan organ-organ jasmani yang normal, namun
mempunyai pola kebiasaan yang buruk, asossiasi sosial yang abnormal atau
menyimpang dari pola kelakuan umum, sehingga sering melanggar undang-undang dan
norma sosial.
Tipe penjahat menurut Aschaffenburg:
1) Penjahat professional: kejahatan sebagai pekerjaan
sehari-hari karena sikap hidup yang keliru.
2) Penjahat oleh kebiasaan, karena mental yang lemah,
pasif, pikiran tumpul, apatisme.
3) Penjahat tanpa/kurang disiplin kemasyarakatan.
4) Penjahat yang mengalami krisis jiwa. Missal kejahatan
oleh anak-anak puber, membakar rumah sendiri untuk asuransi, membunuh pacar
karena sudah menghamili atau karena putus cinta.
5) Penjahat yang melakukan kejahatan oleh dorongan seks,
missal pedofil, homoseks, sadomasokhisme, dll.
6) Penjahat yang sangat agresif yang memiliki mental yang
sangat labil, sering menyerang, menganiaya, membunuh. Jiwanya labil dan rasa
sosial nya tipis sekali. Narkotika dan miras memperbesar keagresifannya.
7) Penjahat karena kelemahan batin, dan dikejar-kejar
oleh nafsu materiil yang berlebihan.
8) Penjahat dengan indolensi psikis dan malas bekerja
keras.
9) Penjahat campuran, yang didorong oleh multi
factor dari poin a-h.
Tipe penjahat
menurut Gruhl;
1) Penjahat yang didorong harga diri tinggi dan keyakinan
kokoh.
2) Penjahat didorong oleh nafsu ekstrim yang tak
terkendali dan keputusasaan.
3) Penjahat dengan kelemahan jiwa dan batin sehingga
tidak tahan godaan.
4) Penjahat dengan kecenderungan-kecenderungan criminal
yang kuat, namun bukan karena bakat. Mereka berkemauan kuat menjadi penjahat
prfesional dan penjahat kebiasaan yang aktif.
Selanjutnya perbuatan yang dapat dimasukkan dalam perbuatan kejahatan
antara lain:
1) Pembunuhan, penyembelihan, pencekikan sampai mati,
pengracunan sampai mati.
2) Perampasan, perampokan, penyerangan, penggarongan.
3) Pelanggaran seks danpemerkosaan.
4) Maling, mencuri.
5) Pengancaman, intimidasi, pemerasan.
6) Pemalsuan, penggelapan, fraude.
7) Korupsi, penyogokan, penyuapan.
8) Pelanggaran ekonomi.
9) Penggunaan senjata api dan perdagangan gelap
senjata-senjata api.
10) Pelanggaran sumpah.
11) Bigamy, yaitu kawin rangkap pada satu saat.
12) Kejahatan-kejahatan politik.
13) Penculikan.
14) Perdagangan dan penyalahgunaan narkotika.
D. Dampak Kriminalitas
Dampak negative kriminalitas antara lain, Kartono
(1999: 151):
1) Maraknya kejahatan memberikan efek yang
mendemoralisir/merusak tatanan orde.
2) Menimbulkan rasa tidak aman, kecemasan, ketakutan dan
kepanikan di tengah masyarakat.
3) Banyak materi dan energi terbuang dengan sia-sia oleh gangguan-gangguan
kriminalitas.
4) Menambah beban ekonomis yang semakin besar kepada
sebagian besar warga masyarakatnya.
5) Adanya pemberitaan criminal menyebabkan peningkatkan
kejahatan dengan mengundang peniruan oleh pembaca yang bernaluri jahat, melukai
perasaan keluarga dari si penjahat atau korban kejahatan, dan menimbulkan
kengerian dengan gambar-gambar yang menakutkan dan mengerikan (misalnya gambar
berwarna dari peristiwa kejahatan/pembunuhan/kejahatan.
Sementara itu dampak positif munculnya kejahatan antara lain:
1) Menumbuhkan rasa solidaritas dalam kelompok-kelompok
yang tengah diteror penjahat.
2) Munculah tanda-tanda baru, degan norma susila lebih
baik, yang diharapkan mampu mengatur masyarakat dengan cara yang lebih baik
dimasa mendatang.
3) Orang berusaha memperbesar kekuatan hukum, danmenambah
kekuatan fisik lainnya untuk memberantas kejahatan.
4) Pemberitaan criminal memberi ganjaran kepada penjahat,
membantu pihak pengusut kejahatan, membekuk si penjahat (pemuatan foto penjahat
yang akhirnya berhasil membekuk penjahat), penjera yang mujarab untuk mencegah
orang-orang berjiwa kecil/jahat melaksanakan niat jahatnya, dan pemberitaan
proses peradilan dan penangkapan si penjahat, juga membantu si penjahat dari
perbuatan sewenang-wenang pihak penegak hukum.
E. Penanggulangan terhadap Kriminalitas
Tahap-tahap
penanganan kriminalitas, Soetomo (2008: 33-63):
1) Tahap identifikasi, indicator sederhana untuk tahap
identifikasi adalah memanfaatkan angka-angka statistic yang tersedia bagi
daerah tertentu. Pada data tersebut kita dapat mengetahui insidensi (jumlah
kejadian dalam kurun waktu tertentu dalam suatu daerah), dan prevalensi (jumlah
pelaku kejahatan).
2) Tahap diagnosis, yaitu mencari sifat, eskalasi dan
latar belakang kriminalitas terjadi untuk membantu menentukan tindakan sebagai
upaya pemecahan masalah.
3) Tahap treatment, adalah upaya pemecahan masalah yang
ideal pada suatu kondis tertentu, terdiri dari:
a. Usaha rehabilitative, focus utamanya pada kondisi
pelaku kejahatan, terutama upaya untuk melakukan perubahan atau perbaikan
perilakunya agar sesuai dengan standar atau norma sosial yang ada.
b.
Usaha
preventif, focus pada pencegahan agar tindak kejahatan tidak terjadi. Dapat
dilakuakan pada level individu, kelompok, maupun masyarakat, seperti
·
Selektif
terhadap budaya asing yang masuk agar tidak merusak nilai budaya bangsa
sendiri.
·
Mengenakan
sanksi hukum yang tegas dan adil kepada para pelaku kriminalitas tanpa pandang
bulu atau derajat.
·
Mengontrol atau
memberikan arah pada proses pada proses sosialsisasi termasuk lingkungan interakasi
sosial.
·
Mengaktifkan
peran serta orang tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak.
·
Menjaga
kelestarian dan kelangsungan nilai norma dalam masyarakat dimulai sejak dini
melalui pendidikan multi kultural, seperti sekolah, pengajian dan organisasi
masyarakat.
·
Untuk
pengawasan kejahatan secara efektif kita memerlukan hukum yang berwibawa.
Dipandang dari sudut perlindungan terhadap masyarakat, hukum yang bersifat
ideal mengenai hukuman yang tidak ditentukan yang dapat diteruskan kepada semua
pelanggar-pelanggar, misalkan setahun sampai seumur hidup dan yang diatur oleh
komite yang tergolong ahli dalam system kepenjaraan (tahanan) akan memungkinkan
penguasa-penguasa yang membawahi lembaga-lembaga untuk menangkap
pelanggar-pelanggar yang berbahaya, agresif, tidak dapat diperbaiki selama
jangka waktu lebih lama daripada sekarang dengan hukuman yang ditetapkan atau
yang ditetapkan dengan maksimum.
Usaha pencegahan adalah lebih ekonomis bila dibandingkan dengan usaha
represif dan rehabilitasi. Untuk
melayani jumlah orang yang lebih besar jumlahnya tidak diperlukan banyak tenaga
seperti pada usaha represif dan rehabilitasi menurut perbandingan. Usaha
pencegahan juga dapat dilakukan secara perorangan dan tidak selalu memerlukan
keahlian seperti pada usaha represif dan rehabilitasi. Misalnya, menjaga diri
jangan sampai menjadi korban kriminalitas, tidak lalai mengunci
rumah/kendaraan, memasang lampu di tempat gelap dan lain-lain. Usaha pencegahan
juga tidak selalu memerlukan suatu organisasi yang rumit dan birokratis yang
dapat menjurus ke arah birokratisme yang menimbulkan penyalahgunaan
kekuasaan/wewenang, N. Widiyanti dan Y. Waskita (1987:154-155).
1)
Usaha
developmental, dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas sesorang
atau sekelompok orang agar dapat memenuhi kehidupan yang lebih baik dan
tercipta iklim kondusif bagi masyarakat. Usaha ini mendukung langkah preventif
dan rehabilitative. Usaha ini dapat dilakukan dengan menumbuhkan rasa saling
percaya,asas timbale balik, solidaritas, penghargaan harkat martabat manusia,
dan pemenuhan hak dasar manusia, sehingga mewujudkan kearifan local yang
tumbuh dan berkembang dalam dinamika kehidupan masyarakatnya.
Tawuran, 11 Pelajar di Serpong Diamankan
Amba Dini
Sekarningrum - Okezone
Jum'at, 28 September 2012 15:14 wib wib
Ilustrasi (Foto: okezone)
TANGERANG - Sedikitnya
11 pelajar diamankan aparat kepolisian saat melakukan tawuran di jembatan
penyebrangan orang Stasiun Kereta Api Serpong, Tangerang Selatan.
Pelajar yang melakukan tawuran itu berasal dari siswa SMK Bipuri dengan
siswa SMK Setia Budi, Rangkasbitung.
Informasi yang didapat, tawuran antar dua sekolah ini terjadi saat
para siswa SMK Bipori Serpong pulang dari sekolahnya dengan menggunakan kereta
api tujuan Parung Panjang. Saat itulah sejumlah siswa SMK Setia Budi yang juga
akan pulang ke Rangkasbitung tiba-tiba menyerang mereka dan melemparinya dengan
batu.
Akibat diserang, para siswa SMK Bipori pun melakukan perlawanan. Aksi
saling lempar dan serang berlanjut cukup lama. Hingga akhirnya sejumlah petugas
kemanan kereta api mengamankan aksi tawuran tersebut.
" Ada beberapa siswa yang diamankan,kami akan memanggil orang tua
serta pihak sekolah. Mereka baru boleh kembali setelah dijemput orangtuanya dan
membuat surat pernyataan agar tidak mengulang perbuatannya." kata Kapolsek
Serpong Kompol Niko Setiawan, Jumat (28/9/2012).
Niko juga berharap siswa yang tertangkap tidak lagi mengulangi
perbuatannya dan mau menyampaikan kepada teman-tamannya untuk tidak melakukan
tawuran. Untungnya tidak ada korban jiwa ataupun korban luka dari aksi saling
timpuk dua sekolah ini.
(crl)
“Tawuran”
A. Pengertian Tawuran
Dalam kamus bahasa Indonesia “tawuran”dapat diartikan sebagai
perkelahian yang meliputi banyak orang. Sedangkan “pelajar” adalah seorang
manusia yang belajar. Sehingga pengertian tawuran pelajar adalah perkelahian
yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan
oleh orang yang sedang belajar
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja
digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency).
Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis
delikuensi yaitu situasional dan sistematik.
1. Delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena
adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu
biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.
2. Delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat
perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini
ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk
berkelahi. Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang
diharapkan oleh kelompoknya. Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa remaja
seorang remaja akan cenderung membuat sebuah genk yang mana dari pembentukan
genk inilah para remaja bebas melakukan apa saja tanpa adanya
peraturan-peraturan yang harus dipatuhi karena ia berada dilingkup kelompok
teman sebayanya.
B. Faktor- faktor
yang menyebabkan tawuran pelajar
Berikut ini
adalah faktor-faktor yang menyebabkan tawuran pelajar, diantaranya :
1. Faktor Internal
Faktor internal ini terjadi didalam diri individu itu sendiri yang
berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru dalam menyelesaikan
permasalahan disekitarnya dan semua pengaruh yang datang dari luar. Remaja yang
melakukan perkelahian biasanya tidak mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan
yang kompleks. Maksudnya, ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan
keanekaragaman pandangan, ekonomi, budaya dan berbagai keberagaman lainnya yang
semakin lama semakin bermacam-macam. Para remaja yang mengalami hal ini akan
lebih tergesa-gesa dalam memecahkan segala masalahnya tanpa berpikir terlebih
dahulu apakah akibat yang akan ditimbulkan. Selain itu, ketidakstabilan emosi
para remaja juga memiliki andil dalam terjadinya perkelahian. Mereka biasanya
mudah friustasi, tidak mudah mengendalikan diri, tidak peka terhadap
orang-orang disekitarnya. Seorang remaja biasanya membutuhkan pengakuan
kehadiran dirinya ditengah-tengah orang-orang sekelilingnya.
2. Faktor Eksternal
Faktor
eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu, yaitu :
a. Faktor Keluarga
Keluarga adalah
tempat dimana pendidikan pertama dari orangtua diterapkan. Jika seorang anak
terbiasa melihat kekerasan yang dilakukan didalam keluarganya maka setelah ia
tumbuh menjadi remaja maka ia akan terbiasa melakukan kekerasan karena inilah
kebiasaan yang datang dari keluarganya. Selain itu ketidak harmonisan keluarga juga
bisa menjadi penyebab kekerasan yang dilakukan oleh pelajar. Suasana
keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan
keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia
terutama pada masa remaja.
Menurut Hirschi
(dalam Mussen dkk, 1994). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa salah
satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai
figure teladan yang baik bagi anak (hawari, 1997).
Berdasarkan
hasil penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja
dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi
anak (hawari, 1997). Jadi disinilah peran orangtua sebagai penunjuk jalan
anaknya untuk selalu berprilaku baik.
b. Faktor Sekolah
Sekolah tidak
hanya untuk menjadikan para siswa pandai secara akademik namun juga
pandai secara akhlaknya . Sekolah merupakan wadah untuk para siswa
mengembangkan diri menjadi lebih baik. Namun sekolah juga bisa menjadi wadah
untuk siswa menjadi tidak baik, hal ini dikarenakan hilangnya kualitas
pengajaran yang bermutu. Contohnya disekolah tidak jarang ditemukan ada
seorang guru yang tidak memiliki cukup kesabaran dalam mendidik anak muruidnya
akhirnya guru tersebut menunjukkan kemarahannya melalui kekerasan. Hal ini bisa
saja ditiru oleh para siswanya. Lalu disinilah peran guru dituntut untuk
menjadi seorang pendidik yang memiliki kepribadian yang baik.
c. Faktor Lingkungan
Lingkungan
rumah dan lingkungan sekolah dapat mempengaruhi perilaku remaja. Seorang remaja
yang tinggal dilingkungan rumah yang tidak baik akan menjadikan remaja tersebut
ikut menjadi tidak baik. Kekerasan yang sering remaja lihat akan membentuk pola
kekerasan dipikiran para remaja. Hal ini membuat remaja bereaksi anarkis. Tidak
adanya kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang oleh para pelajar
disekitar rumahnya juga bisa mengakibatkan tawuran.
Hal yang menjadi pemicu tawuran
Tak jarang disebabkan oleh saling mengejek
atau bahkan hanya saling menatap antar sesama pelajar yang berbeda sekolahan.
Bahkan saling rebutan wanita pun bisa menjadi pemicu tawuran. Dan masih banyak
lagi sebab-sebab lainnya.
C. Dampak karena
tawuran pelajar
1. Kerugian fisik, pelajar yang ikut tawuran kemungkinan
akan menjadi korban. Baik itu cedera ringan, cedera berat, bahkan sampai
kematian
2. Masyarakat sekitar juga dirugikan. Contohnya :
rusaknya rumah warga apabila pelajar yang tawuran itu melempari batu dan
mengenai rumah warga
3. Terganggunya proses belajar mengajar
4. Menurunnya moralitas para pelajar
5. Hilangnya perasaan peka, toleransi, tenggang rasa, dan
saling menghargai
D. Hal-hal yang
dapat dilakukan untuk mengatasi tawuran pelajar
1. Memberikan pendidikan moral untuk para pelajar
2. Menghadirkan seorang figur yang baik untuk dicontoh
oleh para pelajar. Seperti hadirnya seorang guru, orangtua, dan teman sebaya
yang dapat mengarahkan para pelajar untuk selalu bersikap baik
3. Memberikan perhatian yang lebih untuk para remaja yang
sejatinya sedang mencari jati diri
4. Memfasilitasi para pelajar untuk baik dilingkungan
rumah atau dilingkungan sekolah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat diwaktu luangnya. Contohnya : membentuk ikatan remaja
masjid atau karangtaruna dan membuat acara-acara yang bermanfaat, mewajibkan
setiap siswa mengikuti organisasi atau ekstrakulikuler disekolahnya
Kartini kartono
pun menawarkan beberapa cara untuk mengurangi tawuran remaja, diantaranya :
1. Banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan
sendiri dan melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik
dan tidak menuntun
2. Memberikan kesempatan kepada remaja untuk
beremansipasi dengan cara yang baik dan sehat
3. Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan
dengan kebutuhan remaja zaman sekarang serta kaitannya dengan perkembangan
bakat dan potensi remaja
E. Kesimpulan
1. Faktor yang menyebabkan tawuran remaja tidak lah hanya
datang dari individu siswa itu sendiri. Melainkan juga terjadi karena
faktor-faktor lain yang datang dari luar individu, diantaranya faktor keluarga,
faktor sekolah, dan faktor lingkungan.
2. Para pelajar yang umumnya masih berusia remaja
memiliki kencenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang mana
kemungkinan dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, maka inilah peran
orangtua dituntut untuk dapat mengarahkan dan mengingatkan anaknya jika sang
anak tiba-tiba melakukan kesalahan. Keteladanan seorang guru juga tidak dapat
dilepaskan. Guru sebagai pendidik bisa dijadikan instruktur dalam pendidikan
kepribadian para siswa agar menjadi insan yang lebih baik.
3. Begitupun dalam mencari teman sepermainan. Sang anak
haruslah diberikan pengarahan dari orang dewasa agar mampu memilih teman yang
baik. Masyarakat sekitar pun harus bisa membantu para remaja dalam
mengembangkan potensinya dengan cara mengakui keberadaanya.
0 komentar:
Posting Komentar